Nama : Nurhafiza
NIM : 11901338
Kelas : PAI 4 E
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, baiklah dengan adanya tulisan ini untuk memenuhi salah satu tugas mingguan mata kuliah Magang 1 yang diampu oleh ibu Farninda Aditya, M.Pd dengan tema "Karakteristik Peserta Didik"
A. Pengertian Karakteristik Peserta Didik
Karakteristik berasal dari kata karakter yang berarti ciri, tabiat, watak, dan kebiasaan yang dimiliki oleh seseorang yang sifatnya relatif tetap. Karakteristik peserta didik dapat diartikan keseluruhan pola kelakukan atau kemampuan yang dimiliki peserta didik sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan, sehingga menentukan aktivitasnya dalam mencapai cita-cita atau tujuannya.
Informasi mengenai peserta didik sangat diperlukan untuk kepentingan-kepentingan dalam perancangan pembelajaran. Ardhana dalam Asri Budiningsih (2017:11) mengatakan bahwasanya karakteristik peserta didik adalah salah satu variabel dalam desain pembelajaran yang biasanya didefinisikan sebagai latar belakang pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik termasuk aspek-aspek lain yang ada pada diri mereka seperti kemampuan umum, ekspektasi terhadap pembelajaran dan ciri-ciri jasmani serta emosional siswa yang memberikan dampak terhadap keefektifan belajar.
Menurut Hamzah B. Uno (2007) karakteristik peserta didik adalah aspek-aspek atau kualitas perseorangan siswa yang terdiri dari minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar kemampuan berfikir, dan kemampuan awal yang dimiliki. Sedangkan menurut Sudirman (1990) Karakteristik peserta didik adalah keseluruhan pola kelakuan dan kemampuan yang ada pada siswa sebagai hasil dari pembawaan dari lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya.
Pemahaman terhadap karakteristik peserta didik ditujukan untuk mengenali ciri-ciri dari setiap peserta didik yang nantinya akan menghasilkan berbagai data terkait siapa peserta didik dan sebagai informasi penting yang nantinya dijadikan pijakan dalam menentukan berbagai metode yang optimal guna mencapai keberhasilan kegiatan pembelajaran.
B. Ragam Karakteristik Peserta Didik
Suatu proses pembelajaran akan dapat berlangsung secara efektif atau tidak, sangat ditentukan oleh seberapa tinggi tingkat pemahaman pendidik tentang karakteristik yang dimiliki peserta didiknya. Pemahaman karakteristik peserta didik sangat menentukan hasil belajar yang akan dicapai, aktivitas yang perlu dilakukan, dan assesmen yang tepat bagi peserta didik. Atas dasar ini sebenarnya karakteristik peserta didik harus menjadi perhatian dan pijakan pendidik dalam melakukan seluruh aktivitas pembelajaran. Karakteristik peserta didik meliputi: etnik, kultural, status sosial, minat, perkembangan kognitif, kemampuan awal, gaya belajar, motivasi, perkembangan emosi, perkembangan sosial, perkembangan moral dan spiritual, dan perkembangan motorik.
1. Etnik
Negara Indonesia merupakan negara yang luas wilayahnya dan kaya akan etniknya. Namun berkat perkembangan alat transpotasi yang semakin modern, maka seolah tidak ada batas antar daerah/suku dan juga tidak ada kesulitan menuju daerah lain untuk bersekolah, sehingga dalam sekolah dan kelas tertentu terdapat multi etnik/suku bangsa, seperti dalam satu kelas kadang terdiri dari peserta didik etnik Jawa, Sunda, Madura, Minang, dan Bali, maupun etnik lainnya. Implikasi dari etnik ini, pendidik dalam melakukan proses pembelajaran perlu memperhatikan jenis etnik apa saja yang terdapat dalam kelasnya. Data tentang keberagaman etnis di kelasnya menjadi informasi yang sangat berharga bagi pendidik dalam menyelenggarakan proses pembelajaran. Seorang pendidik yang menghadapi peserta didik hanya satu etnik di kelasnya, tentunya tidak sesulit yang multi etnik.
2. Kultural
Peserta didik sebagai anggota suatu masyarakat memiliki budaya tertentu dan mencintai budayanya. Budaya yang ada di masyarakat kita sangatlah beragam, seperti kesenian, kepercayaan, norma, kebiasaan, dan adat istiadat. Peserta didik yang kita hadapi mungkin berasal dari berbagai daerah yang tentunya memiliki budaya yang berbeda-beda sehingga kelas yang kita hadapi kelas yang multikultural.
Implikasi dari aspek kultural dalam proses pembelajaran ini pendidik dapat menerapkan pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural menurut Choirul (2016: 187) memiliki ciri-ciri:
Tujuannya membentuk “manusia budaya” dan menciptakan manusia berbudaya (berperadaban).
Materinya mangajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa, dan nilai-nilai kelompok etnis (kultural).
Metodenya demokratis, yang menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis (multikulturalisme).
Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang meliputi aspek persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya.
Pendidik dalam melakukan proses pembelajaran harus mampu mensikapi keberagaman budaya yang ada di sekolahnya/kelasnya.
3. Status Sosial
Peserta didik pada suatu kelas berasal dari status sosial ekonomi yang berbeda-beda. Dilihat dari latar belakang pekerjaan orang tua, di kelas kita terdapat peserta didik yang orang tuanya wirausahawan, pegawai negeri, pedagang, petani, dan juga mungkin menjadi buruh. Dilihat dari sisi jabatan orang tua, ada peserta didik yang orang tuanya menjadi pejabat seperti presiden, menteri, gubernur, bupati, camat, kepala desa, kepala kantor atau kepala perusahaan, dan Ketua RT. Disamping itu ada peserta didik yang berasal dari keluarga ekonomi mampu, ada yang berasal dari keluarga yang cukup mampu, dan ada juga peserta didik yang berasal dari keluarga yang kurang mampu. Peserta didik dengan bervariasi status ekonomi dan sosialnya menyatu untuk saling berinteraksi dan saling melakukan proses pembelajaran. Perbedaan ini hendaknya tidak menjadi penghambat dalam melakukan proses pembelajaran. Namun tidak dapat dipungkiri kadang dijumpai status sosial ekonomi ini menjadi penghambat peserta didik dalam belajar secara kelompok. Implikasi dengan adanya variasi status-sosial ekonomi ini pendidik dituntut untuk mampu bertindak adil dan tidak diskriminatif.
4. Minat
Minat dapat diartikan suatu rasa lebih suka, rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas. Minat belajar peserta didik memegang peran yang sangat penting, sehingga perlu untuk terus ditumbuh kembangkan. Minat belajar peserta didik tidaklah sama, ada peserta didik yang memiliki minat belajarnya tinggi, ada yang sedang, dan bahkan rendah.
Untuk mengetahui minat peserta didik dapat dilihat dari berbagai indikator, yaitu :
- Perasaan senang. Peserta didik yang memiliki perasaan senang terhadap mata pelajara akan senantiasa memperlihatkan tindakan yang bersemangat terhadap hal tersebut.
- Ketertarikan peserta didik. Ketertarikan peserta didik berhubungan dengan daya gerak yang mendorong peserta didik untuk cenderung merasa tertarik pada orang, benda, dan kegiatan.
- Perhatian dalam belajar. Perhatian dalam belajar dapat diartikan sebagai konsentrasi peserta didik terhadap suatu objek.
- Keterlibatan belajar. Ketelibatan belajar akan muncul manakala tertarik pada objek yang dipelajari yang kemudian merasa senang dan tertarik untuk melakukan kegiatan dari objek tersebut.
- Minat belajar merupakan faktor penting dalam proses pembelajaran, dan perlu untuk selalu ditingkatkan. Implikasinya dalam proses pembelajaran terutama menghadapi tantangan abad 21, pendidik dapat menerapkan berbagai model pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), menantang dan inovatif, menyampaikan tujuan/manfaat mempelajari suatu tema/mata pelajaran, serta menggunakan beragam media pembelajaran.
5. Perkembangan Kognitif
Tahap perkembangan kognitif peserta didik terdiri dari :
- Tahap Sensorimotorik (0-2 tahun). Ciri dari tahap ini adalah anak memperoleh pengatahuan dari aktivitas. Sampai usia 8 bulan anak belum mempunyai konsep bahwa benda itu tetap dan fase ini berakhir ketika anak sudah memiliki konsep tentang benda dan mempelajari bahasa.
- Tahap Praoperasional (2-7 tahun). Ciri dari tahap ini adalah cara berpikir anak didasarkan pada persepsi dan cara berpikir anak masih egosentris, selain itu anak juga belum mengenal konsep invariance benda.
- Tahap Operasional Kongkret (7-11 tahun). Ciri dari tahap ini adalah anak sudah mampu melakukan reversible operations, anak sudah mengenal konsep invariance dan konsep rangkaian.
- Tahap Operasional Format (11-15 tahun). Ciri dari tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir secara abstrak tanpa melihat situasi konkret dan anak mampu menghadapi persoalan-persoalan yang sifatnya hipotesis. Ia mengerti & dapat menggunakan kemungkinan- kemungkinan yang ada. Ia mampu mengatasi masalah- masalah yang lebih kompleks yang membutuhkan logika & penalaran.
6. Pengetahuan/Kemampuan Awal
Kemampuan awal merupakan keadaan pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki terlebih dahulu oleh peserta didik sebelum mempelajari pengetahuan atau keterampilan baru. Pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki terlebih dahulu maksudnya adalah pengetahuan atau keterampilan yang lebih rendah dari apa yang akan dipelajari.
Kemampuan awal bagi peserta didik akan banyak membawa pengaruh terhadap hasil belajar yang dicapainya. Oleh karena itu seorang pendidik harus mengetahui kemampuan awal peserta didiknya. Jika kemampuan awal peserta didik telah diketahui oleh pendidik, maka pendidik tersebut akan dapat menetapkan dari mana pembelajarannya akan dimulai. Kemampuan awal peserta didik bersifat individual, artinya berbeda antara peserta didik satu dengan lainnya, sehingga untuk mengetahuinya juga harus bersifat individual. Untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik dapat dilakukan pre tes atau tes awal dan teknik non tes seperti wawancara.
7. Gaya Belajar
Gaya belajar adalah cara yang cenderung dipilih/digunakan oleh peserta didik dalam menerima, mengatur, dan memproses informasi atau pesan dari komunikator/pemberi informasi. Gaya belajar peserta didik merupakan hal yang penting untuk diperhatikan dalam melakukan proses pembelajaran karena dapat mempengaruhi proses dan hasil belajarnya. Gaya belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
- Visual : Peserta didik yang belajarnya akan mudah dan baik jika melalui visual/penglihatan.
- Auditori : Peserta didik yang mempelajari sesuatu akan mudah dan sukses melalui pendengaran.
- Kinestetik : Peserta didik yang melakukan aktivitas belajarnya secara fisik dengan cara bergerak, menyentuh/meraba, dan melakukan.
Menentukan peserta didik bergaya belajar visual, auditori, atau kinestetik memang tidaklah mudah. Namun guru perlu mengetahui gaya belajar yang dimiliki peserta didiknya.
8. Motivasi
Motivasi adalah kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah dan ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut. Motivasi peserta didik dalam belajar kadang tinggi, sedang, atau bahkan rendah. Motivasi belajar yang tinggi dari peserta didik akan tampak dari ketekunannya dalam belajar yang tidak mudah patah untuk mencapai keberhasilan meskipun banyak rintangan yang dihadapinya. Motivasi yang tinggi dari peserta didik dapat menggiatkan aktivitas belajarnya. Seseorang memiliki motivasi tinggi atau tidak dalam belajarnya dapat terlihat dari tiga hal:
- Kualitas keterlibatannya.
- Perasaan dan keterlibatan afektif peserta didik.
- Upaya peserta didik untuk senantiasa memelihara/menjaga motivasi yang dimiliki.
Seorang pendidik pada abad 21 ini perlu memahami motivasi belajar peserta didiknya dan bahkan harus selalu dapat menjadi motivator peserta didiknya, karena pada abad 21 ini banyak godaan di sekeliling peserta didik seperti game pada laptop, hp, dan film-film pada pesawat televisi ataupun lewat media massa atau sosial lainnya. Upaya yang dapat dilakukan pendidik untuk memotivasi peserta didik diantaranya adalah :
- Menginformasikan pentingnya mempelajari suatu topik tertentu
- Menginformasikan tujuan/kompetensi yang akan dicapai dari proses pembelajaran yang dilakukannya.
- Memberikan humor, menggunakan media pembelajaran, dan juga memberi reward/hadiah/pujian.
9. Perkembangan Emosi
Emosi dapat diartikan sebagai tergugahnya perasaan yang disertai dengan perubahan-perubahan dalam tubuh, misalnya otot menegang, dan jantung berdebar. Dengan emosi peserta didik dapat merasakan senang/gembira, aman, semangat, bahkan sebaliknya peserta didik merasakan sedih, takut, dan sejenisnya. Emosi sangat berperan dalam membantu mempercepat atau justru memperlambat proses pembelajaran. Emosi juga berperan dalam membantu proses pembelajaran tersebut menyenangkan atau bermakna. Atas dasar hal ini pendidik dalam melakukan proses pembelajaran perlu membawa suasana emosi yang senang/gembira dan tidak memberi rasa takut pada peserta didik. Untuk itu bisa dilakukan dengan model pembelajaran yang menyenangkan, belajar melalui permainan dan media sejenisnya.
10. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial adalah kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya, bagaimana anak tersebut memahami keadaan lingkungan dan mempengaruhinya dalam berperilaku baik kepada dirinya sendiri maupun kepada orang lain. Perkembangan sosial peserta didik dapat diketahui/dilihat dari tingkatan kemampuannya dalam berinteraksi dengan orang lain dan menjadi masyarakat di lingkungannya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial yaitu keluarga, kematangan, teman sebaya, sekolah, dan status sosial ekonomi. Upaya yang dapat dilakukan pendidik untuk mengembangkan sikap sosial peserta didik menurut Masganti (2012: 124) antara lain adalah :
Melaksanakan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif akan mengembangkan sikap kerjasama dan saling menghargai pada diri peserta didik, menghargai kemampuan orang lain, dan bersabar dengan sikap orang lain.
Pembelajaran kolaboratif. Pembelajaran kolaboratif akan mengembangkan sikap membantu dan berbagi dalam pembelajaran. Siswa yang pintar bersedia membantu temannya yang belum memahami materi pelajaran. Model pembelajaran ini akan menumbuhkan sikap saling menyayangi.
11. Perkembangan Moral
Dalam penelitiannya Lawrence Kohlberg berhasil memperlihatkan 6 tahap dalam seluruh proses berkembangnya pertimbangan moral anak dan orang muda. Keenam tipe ideal itu diperoleh dengan mengubah tiga tahap Piaget/Dewey dan menjadikannya tiga “tingkat” yang masing-masing dibagi lagi atas dua “tahap”. Ketiga “tingkat” itu adalah tingkat prakonvensional, konvensional dan pasca- konvensional.
Prakonvensional dimulai dari anak umur empat hingga sepuluh tahun. Tingkat ini terbagi menjadi dua, yaitu :
- Orientasi hukuman dan kepatuhan.
- Orientasi Relativis Instrumental
Tingkat Konvesional terjadi pada umur anak 10 hingga 13 tahun. Tingkat ini terdiri dari dua tingkatan, yaitu :
- Orientasi kesepakatan antara pribadi atauorientasi “anak manis”
- Orientasi hukum dan ketertiban.
Tingkat pasca-konvensional terjadi pada anak umur 13 tahun ke atas. Tingkat ini terdiri dari dua tahap, yaitu :
- Memerhatikan hak-hak perorangan
- Memerhatikan prinsip-prinsip etik
12. Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik adalah proses yang sejalan dengan bertambahnya usia secara bertahap dan berkesinambungan, dimana Gerakan individu meningkat dari keadaan sederhana, tidak terorganisir, dan tidak terampil, kearah penguasaan keterampilan motorik yang kompleks dan terorganisir dengan baik.
Perkembangan motorik dibagi menjadi dua, yaitu :
- Motorik kasar : Gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri.
- Motorik halus : Gerakan yang menggunakan otot halus, atau sebagian anggota tubuh tertentu yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih.
Baik motorik kasar atau halus sama pentingnya untuk dikenali dan dipahami guru agar proses pembelajaran yang dilakukan dapat mengembangkan potensi dan memaksimalkan hasil peserta didiknya.
Sekian terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar